Rabu, 26 November 2014

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI, PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN KAMPUS, ANALISIS BUDAYA MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA (BAGIAN KONTRA).

PENDIDIKAN PANCASILA

LOGO_GUNADARMA (1).jpg
Disusun Oleh:

Nama                         : Edelweis Tyasayu
NPM                         : 32412353
Kelas                         : 3ID04
Mata Kuliah              : Pendidikan Pancasila
Dosen                        : Choirul Umam





FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014


PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
A.   Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang bersifat umum, sehingga sebagai sumber hukum metode yang dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian
manusia, sehingga kemungkinan dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.
Jika demikian ilmuwan atau peneliti akan kembali pada asumsi-asumsi dasar dan
teoritis, sehingga ilmu pengetahaun harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri. Misalnya, penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan metode kuantitatif, karena tidak sesuai dengan objek penenelitian, sehingga ditemukan banyak kelemahan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu menggunakan metode baru atau lain yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu beralih dengan menggunakan metode kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya adalah politik, hukum, ekonomi, dan budaya. Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengadung konotasi pengertian yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan. 2 Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya

B.   Pengertian Reformasi
Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata
reform, sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pemabaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan. Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat yaitu:
1.  Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3.  Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hokum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
 4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

C.   Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi asia terutama asia tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Terutama pada praktek-praktek pemerintahan di bawah orde baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk sistem ekonomi manjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya berada pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.
Terlebih lagi merajalelanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme pada hampir
seluruh instansi serta lembaga pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang di kalangan para pejabat dan pelaksana pemerintahan negara membawa rakyat semakin menderita. Para wakil-wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat dalam kenyataannya tidak dapat berfungsi secara demokratis , DPR serta MPR menjadi mandul karena sendi-sendi demokrasi telah dijangkiti penyakit nepotisme. Sistem politik di kembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi di dalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara.
Kelompok militer, kelompok cerdik cendekiawan dan kelompok wiraswastaan bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional. Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan dan tindakan pengusaha mengatasnamakan pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen.
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “Reformasi” disegala bidang terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum. Awal keberhasilan gerakan Reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden BJ. Habibie mengganti kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hokum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh. Berdasarkan hal demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN KAMPUS
A.   Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Kampus
Pancasila pada aktualitasnya di negara Republik Indonesia dijadikan dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi naisonal, maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus terus-menerus meresap dalam kehidupan manusia Indonesia dan mewujudkan dalam sikap dan perilaku kehidupannya sehari-hari. Aktualisasi Pancasila secara obyektif ialah terwujud dalam bidang kehidupan kenegaraan yaitu meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif, dan yudikatif, juga bidang pragmatis yaitu politik, ekonomi, social budaya, hukum (penjabaran ke dalam undang-undang), GBHN, pendidikan dan hankam.
Aktualisasi pancasila secara subyektif adalah perwujudan kesadaran inidvidu antara manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang taat dan patuh, baik aparat penyelenggara negara, penguasa negara maupun elit politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya selalu berlandaskan moral ketuhanan dan kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam pancasila.
Kampus adalah tempat hunian atau perkampungan masyarakat ilmiah atau masyarakat intelektual, maka harus mengamalkan budaya akademik ,tidak terjebak dalam politik peraktis atau legitimasi kepentingan penguasa. Masyarakat kampus harus berpegang pada komitmen moral yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan, bertanggungjawab secara moral, bertanggungjawab terhadap bangsa dan negara era-an serta mengabdi untuk kesejahteraan kemanusiaan.

B.   Tugas Pokok Perguruan Tinggi
Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan, senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Pendidikan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut tridharma perguruan tinggi, yang meliputi:
1)  Pendidikan tinggi
Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas sebagai dharma yang pertama yaitu melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, maka tugas perguruan tinggi adalah sebagai berikut:
a)  menyiapkan peserta didik menjadi seorang anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional  yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
b)  Mengembangan dan atau memperluas imu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengutamakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup pancasila intelektual produk perguruan tinggi berupaya untuk mewujudkan sumberdaya intelektual yang bermoral ketuhanan dan kemanusiaan. Oleh karena itu, pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value free, melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai ketuhanan dan kemanusian.
2)  Penelitian
Inovasi yang paling bersifat vital di perguruan tinggi adalah penelitian ilmiah. Penelitian inilah yang merupakan misi perguruan tinggi yang merupakan dharma kedua dari perguruan tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka yang dimaksud penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat objektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan msalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau kesenian. Sebagai nilai yang terkandung dalam pancasila bahawa intelektual yang melakukan penelitian haruslah bermoral ketuhanan dan kemanusiaan. Hal ini kebih mempertegas bahwa seorang ilmuwan, peneliti tidak bersifat bebas nilai melainkan senantiasa berpegang dan mengemban nilai kemanusiaan yang berpegang dan mengemban pada nilai kemanusiaan yang didasari nilai Ketuhanan. Dasar nilai yang terkandung dalam pancasila inilah yang menjiwai moral peneliti, sehingga suatu penelitian harus bersifat objektif dan ilmiah.
3)  Pengabdian masyarakat
Berdasarkan pengabdian masyarakat diatas yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan illmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masayarakat. Realisasi dharma ketiga dari tridharma ini dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang akan dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Berikut adalah ciri masyarakat ilmiah:
a) Kritis, yang berarti setiap insan akademik harus senantiasa mengembangkan sikap senantiasa ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b) Kreatif, yang berarti setiap insane  akademik harus senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat.
c) Objektif, yang berarti setiap kgiatan ilmiah yang dilakukan haruslah benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah.
d) Analitis, yang berarti setiap kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan suatu prasarat untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah.
e) Konstruktif, yang berarti setiap kegiatan ilmiah yang merupakan budaya akademik harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas manfaat bagi masyarakat.
f) Dinamis, yang artinya ciri ilmiah sebagai budaya akademik tersebut harus selalu dikembangkan terus-menerus.
g) Dialogis, artinya proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri dan melakukan kritik serta mendiskusikannya.
h) Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis, yaitu setiap insan akademik harus senanitasa terbuka terhadap kritik.
i)  Menghargai prestasi akademik, yang berarti masyarakat intelektual harus  menghargai suatu kegiatan ilmiah.
j)  Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mendasarkan kepada suatu kebenaran ilmiah.
k) Menghargai waktu, yang brarti masyarakat intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin.
l)  Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat akademik harus memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
m) Berorientasi ke masa depan, artinya masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu kegitan ilmiah ke masa depan.
n)   Kesejawatan, artinya, masyarakat ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat.

Kampus juga berperan sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM, Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis. Dalam arti terjebak pada legitlimasi kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Dalam bidang HAM, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat objektif, dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan Negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat Negara, penguasa Negara baik disengaja maupun tidak disengaja.

C.   Nilai-Nilai Pancasila yang Harus Ditanamkan dalam Kehidupan Kampus.
Karena begitu besar peranan kampus dalam perkembangan bangsa Indonesia ini, maka harus ditanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kampus seperti :
1.  Di kampus tersedia sarana dan prasarana untuk beribadah bagi sivitas akademika, serta adanya kesempatan bagi sivitas akademika unuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing. Semua mahasiswa memperoleh hak mereka untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dipeluknya guna mempertebal iman dan ketaqwaan meraka.
2.  Dikembangkan rasa persamaan derajat, persamaan ha dan kewajiban asasi setap sivitas akademika tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan social, dan sebagainya
3.  Dikembangan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, rasa bangga terhadap bangsa Indonesia, rasa persatuan Indonesia, dan kerelaan untuk berkorban untuk bangsa dan Negara.
4.  Dikembangkan nilai-nilai demokrasi di ampus, seperti tidak adanya pemaksaan kehendak, anti kekerasan, konstitusional, perkuliahan yang demokratis, kebebasan mimbar akademik dan sebagainya.
5.  Dikembangkan kewirausahaan bagi mahasiswa, suka bekerja keras, menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, suka menolong orang lain dan sebagainya.

ANALISIS BUDAYA MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA
(BAGIAN KONTRA)
Menurut saya sendiri, merokok itu adalah hal yang merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Karena dengan merokok kesehatan diri kita akan semakin memburuk. Untuk kesekian kalinya saya selalu mendapati mahasiswa bahkan mahasiswi yang merokok ditempat umum yang padahal ditempat tersebut terdapat display petunjuk bahwa dilarang merokok.
Saya sangat prihatin terhadap hal tersebut, terlebih lagi asap tersebut mengganggu saya dan teman-teman saya, yang dimana kami adalah mahasiswi yang jauh lebih tidak terbiasa dengan asap rokok. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran pada diri sendiri dan juga adanya tingkat keegoisan yang tinggi yang hanya mementingkan diri sendiri, menurut saya.
Sudah berbagai macam cara yang dilakukan untuk menegur para perokok terutama mahasiswa dan mahasiswi, dari penjelasan yang terdapat pada kemasan rokok seperti “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” dan terakhir saya tahu bahwa tertulis “Merokok dapat menyebabkan kematian” yang tertulis jelas dengan huruf kapital, namun sampai sekarang masih banyak sekali yang merokok.

Sebagai generasi muda yang hebat, marilah kita sama-sama berusaha untuk menghentikan budaya merokok, karena dampak baik pasti akan muncul suatu hari nanti. Bekerja samalah antara perokok dan yang bukan perokok, selalu saling mengingatkan dan peka terhadap lingkungan sekitar, maka generasi muda Indonesia ke depannya akan semakin baik, sehat dan cerdas.
Sumber : Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, edisi reformasi 2010,Paradigma,Yogyakarta.
Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Taniredja Tukiran Dkk, 2012, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk                                         Mahasiswa, Alfabeta, Bandung.
Widisuseno, Iriyanto  Dkk, 2007 Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Badan Penerbit                               Universitas Diponegoro.