PENDIDIKAN PANCASILA
Disusun Oleh:
Nama : Edelweis Tyasayu
NPM : 32412353
Kelas : 3ID04
Mata
Kuliah : Pendidikan Pancasila
Dosen : Choirul Umam
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
A. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma
pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi dasar
dan asumsi-asumsi teoritis yang bersifat umum, sehingga sebagai sumber hukum metode
yang dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu
tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil
penelitian
manusia, sehingga kemungkinan dapat ditemukan
kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.
Jika demikian ilmuwan
atau peneliti akan kembali pada asumsi-asumsi dasar dan
teoritis, sehingga ilmu pengetahaun
harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri. Misalnya,
penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan metode kuantitatif, karena tidak
sesuai dengan objek penenelitian, sehingga ditemukan banyak kelemahan.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu menggunakan metode baru atau lain yang
sesuai dengan objek penelitian, yaitu beralih dengan menggunakan metode
kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut
kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya adalah
politik, hukum, ekonomi, dan budaya. Istilah paradigma berkembang menjadi
terminologi yang mengadung konotasi pengertian yaitu sumber nilai, kerangka
pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan. 2 Pancasila– Drs.
Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
B. Pengertian Reformasi
Makna reformasi secara
etimologis berasal dari kata reformation
dari akar kata
reform,
sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat
ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan
pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan
rakyat. Reformasi juga diartikan pemabaharuan dari paradigma, pola lama ke
paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan
harapan. Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat yaitu:
1. Suatu
gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan. Masa
pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan
menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat UUD 1945.
2. Suatu
gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu,
dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi
pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaimana
yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3. Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat
(2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hokum dalam
penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia,
peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh
karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum
yang jelas.
4. Reformasi
dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik,
perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi
kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan
etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
C. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN pada
PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu
dampak krisis ekonomi asia terutama asia tenggara sehingga menyebabkan
stabilitas politik menjadi goyah. Terutama pada praktek-praktek pemerintahan di
bawah orde baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk
sistem ekonomi manjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya
berada pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.
Terlebih lagi
merajalelanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme pada hampir
seluruh instansi serta lembaga
pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang di kalangan para pejabat dan
pelaksana pemerintahan negara membawa rakyat semakin menderita. Para
wakil-wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat dalam kenyataannya
tidak dapat berfungsi secara demokratis , DPR serta MPR menjadi mandul karena
sendi-sendi demokrasi telah dijangkiti penyakit nepotisme. Sistem politik di kembangkan
kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini
ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi di dalam pembuatan
keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa
negara.
Kelompok militer,
kelompok cerdik cendekiawan dan kelompok wiraswastaan bekerjasama dengan
masyarakat bisnis internasional. Pancasila yang seharusnya sebagai sumber
nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam
kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan dan
tindakan pengusaha mengatasnamakan pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan
yang bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan Pancasila yang
murni dan konsekuen.
Puncak dari keadaan
tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai
gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat
sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “Reformasi” disegala bidang
terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum. Awal keberhasilan gerakan
Reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21
Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden BJ. Habibie
mengganti kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet
Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan
transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi
secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hokum sehingga
perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha
Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh.
Berdasarkan hal demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi hukum
bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN KAMPUS
A. Aktualisasi
Pancasila dalam Kehidupan Kampus
Pancasila pada aktualitasnya di negara Republik Indonesia dijadikan
dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi naisonal, maka
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus terus-menerus meresap dalam
kehidupan manusia Indonesia dan mewujudkan dalam sikap dan perilaku
kehidupannya sehari-hari. Aktualisasi Pancasila secara obyektif ialah terwujud
dalam bidang kehidupan kenegaraan yaitu meliputi kelembagaan negara antara lain
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, juga bidang pragmatis yaitu politik,
ekonomi, social budaya, hukum
(penjabaran ke dalam undang-undang), GBHN, pendidikan dan hankam.
Aktualisasi pancasila secara subyektif adalah perwujudan
kesadaran inidvidu antara manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang
taat dan patuh, baik aparat penyelenggara negara, penguasa negara maupun elit
politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya selalu berlandaskan
moral ketuhanan dan kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam pancasila.
Kampus adalah tempat hunian atau perkampungan masyarakat
ilmiah atau masyarakat intelektual, maka harus mengamalkan budaya akademik
,tidak terjebak dalam politik peraktis atau legitimasi kepentingan penguasa.
Masyarakat kampus harus berpegang pada komitmen moral yang bersumber pada
ketuhanan dan kemanusiaan, bertanggungjawab secara moral, bertanggungjawab terhadap
bangsa dan negara era-an serta mengabdi untuk kesejahteraan kemanusiaan.
B. Tugas Pokok Perguruan Tinggi
Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat
bukanlah menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan,
senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Pendidikan tinggi memiliki
tiga tugas pokok yang disebut tridharma perguruan tinggi, yang meliputi:
1) Pendidikan tinggi
Sebagai suatu lembaga pendidikan
tinggi memiliki tugas sebagai dharma yang pertama yaitu melaksanakan pendidikan
untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumberdaya manusia yang
berkualitas, maka tugas perguruan tinggi adalah sebagai berikut:
a) menyiapkan peserta didik menjadi seorang
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional
yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
b) Mengembangan dan atau memperluas imu
pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengutamakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Sebagai
bangsa yang memiliki pandangan hidup pancasila intelektual produk perguruan
tinggi berupaya untuk mewujudkan sumberdaya intelektual yang bermoral ketuhanan
dan kemanusiaan. Oleh karena itu, pengembangan ilmu di perguruan tinggi
bukanlah value free, melainkan senantiasa terikat nilai yaitu
nilai ketuhanan dan kemanusian.
2) Penelitian
Inovasi yang paling bersifat vital
di perguruan tinggi adalah penelitian ilmiah. Penelitian inilah yang merupakan
misi perguruan tinggi yang merupakan dharma kedua dari perguruan tinggi. Berdasarkan
hal tersebut maka yang dimaksud penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang
taat kaidah, bersifat objektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan atau
menyelesaikan msalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau kesenian. Sebagai
nilai yang terkandung dalam pancasila bahawa intelektual yang melakukan
penelitian haruslah bermoral ketuhanan dan kemanusiaan. Hal ini kebih mempertegas
bahwa seorang ilmuwan, peneliti tidak bersifat bebas nilai melainkan senantiasa
berpegang dan mengemban nilai kemanusiaan yang berpegang dan mengemban pada
nilai kemanusiaan yang didasari nilai Ketuhanan. Dasar nilai yang terkandung
dalam pancasila inilah yang menjiwai moral peneliti, sehingga suatu penelitian
harus bersifat objektif dan ilmiah.
3) Pengabdian masyarakat
Berdasarkan pengabdian masyarakat
diatas yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan illmu pengetahuan
dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masayarakat. Realisasi dharma
ketiga dari tridharma ini dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat
serta karakteristik bidang ilmu yang akan dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan. Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki
ciri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari
perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas
ilmiah. Berikut adalah ciri masyarakat ilmiah:
a) Kritis, yang berarti setiap insan akademik
harus senantiasa mengembangkan sikap senantiasa ingin tahu segala sesuatu untuk
selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah
penelitian.
b) Kreatif, yang berarti setiap insane
akademik harus senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat.
c) Objektif, yang berarti setiap kgiatan ilmiah
yang dilakukan haruslah benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah.
d) Analitis, yang berarti setiap kegiatan
ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan suatu prasarat
untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah.
e) Konstruktif, yang berarti setiap kegiatan
ilmiah yang merupakan budaya akademik harus benar-benar mampu mewujudkan suatu
karya baru yang memberikan asas manfaat bagi masyarakat.
f) Dinamis, yang artinya ciri ilmiah sebagai
budaya akademik tersebut harus selalu dikembangkan terus-menerus.
g) Dialogis,
artinya proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus
memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri dan melakukan
kritik serta mendiskusikannya.
h) Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu
konsekuensi suasana dialogis, yaitu setiap insan akademik harus senanitasa
terbuka terhadap kritik.
i) Menghargai prestasi akademik, yang berarti
masyarakat intelektual harus menghargai suatu kegiatan ilmiah.
j) Bebas dari prasangka, yang berarti budaya
akademik harus mendasarkan kepada suatu kebenaran ilmiah.
k) Menghargai waktu, yang brarti masyarakat
intelektual harus senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien
mungkin.
l) Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi
ilmiah, yang berarti masyarakat akademik harus memiliki karakter ilmiah sebagai
inti pokok budaya akademik.
m) Berorientasi ke masa depan, artinya
masyarakat akademik harus mampu mengantisipasi suatu kegitan ilmiah ke masa
depan.
n) Kesejawatan, artinya, masyarakat ilmiah
harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat.
Kampus juga berperan sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM, Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis. Dalam arti terjebak pada legitlimasi kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Kampus juga berperan sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM, Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis. Dalam arti terjebak pada legitlimasi kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif.
Dalam bidang HAM, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus
bersifat objektif, dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan
kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin
menghancurkan Negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi
tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang
termasuk aparat Negara, penguasa Negara baik disengaja maupun tidak disengaja.
C. Nilai-Nilai
Pancasila yang Harus Ditanamkan dalam Kehidupan Kampus.
Karena begitu besar peranan kampus dalam perkembangan bangsa
Indonesia ini, maka harus ditanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
kampus seperti :
1. Di kampus tersedia sarana dan prasarana untuk
beribadah bagi sivitas akademika, serta adanya kesempatan bagi sivitas
akademika unuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing. Semua mahasiswa
memperoleh hak mereka untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dipeluknya guna mempertebal iman dan ketaqwaan meraka.
2. Dikembangkan rasa persamaan derajat, persamaan
ha dan kewajiban asasi setap sivitas akademika tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan social, dan sebagainya
3. Dikembangan rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa, rasa bangga terhadap bangsa Indonesia, rasa persatuan Indonesia, dan
kerelaan untuk berkorban untuk bangsa dan Negara.
4. Dikembangkan nilai-nilai demokrasi di ampus,
seperti tidak adanya pemaksaan kehendak, anti kekerasan, konstitusional,
perkuliahan yang demokratis, kebebasan mimbar akademik dan sebagainya.
5. Dikembangkan kewirausahaan bagi mahasiswa,
suka bekerja keras, menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, suka menolong orang lain dan sebagainya.
ANALISIS BUDAYA MEROKOK DIKALANGAN
MAHASISWA
(BAGIAN KONTRA)
Menurut saya sendiri, merokok itu adalah hal yang merugikan
diri sendiri dan juga orang lain. Karena dengan merokok kesehatan diri kita
akan semakin memburuk. Untuk kesekian kalinya saya selalu mendapati mahasiswa
bahkan mahasiswi yang merokok ditempat umum yang padahal ditempat tersebut
terdapat display petunjuk bahwa
dilarang merokok.
Saya sangat prihatin terhadap hal tersebut, terlebih lagi
asap tersebut mengganggu saya dan teman-teman saya, yang dimana kami adalah
mahasiswi yang jauh lebih tidak terbiasa dengan asap rokok. Hal tersebut dapat
terjadi karena kurangnya kesadaran pada diri sendiri dan juga adanya tingkat
keegoisan yang tinggi yang hanya mementingkan diri sendiri, menurut saya.
Sudah berbagai macam cara yang dilakukan untuk menegur para
perokok terutama mahasiswa dan mahasiswi, dari penjelasan yang terdapat pada
kemasan rokok seperti “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” dan terakhir saya tahu bahwa
tertulis “Merokok dapat menyebabkan kematian” yang tertulis jelas dengan huruf
kapital, namun sampai sekarang masih banyak sekali yang merokok.
Sebagai generasi muda yang hebat, marilah kita sama-sama
berusaha untuk menghentikan budaya merokok, karena dampak baik pasti akan
muncul suatu hari nanti. Bekerja samalah antara perokok dan yang bukan perokok,
selalu saling mengingatkan dan peka terhadap lingkungan sekitar, maka generasi
muda Indonesia ke depannya akan semakin baik, sehat dan cerdas.
Sumber : Kaelan,
2010, Pendidikan Pancasila, edisi reformasi 2010,Paradigma,Yogyakarta.
Kaelan,
2002, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Taniredja
Tukiran Dkk, 2012, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa, Alfabeta,
Bandung.
Widisuseno,
Iriyanto Dkk, 2007 Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.