Rabu, 28 November 2012

Salah Satu Contoh Suku di Indonesia



Suku Dayak di Kalimantan Timur
Unsur-unsur Budaya

            Suku Dayak aadalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya di berikan oleh orang-orang Melayu yang dating ke Kalimantan.
Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih di artikan agak negative. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut” yang dapat di artikan seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

            Di tahun (1977-1978) benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian dari nusantara yang masih menyatu, memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak adalah penduduk dari Kalimantan yang sejati. Namun, setelah orang-orang melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka dating, mereka makin lama makin  undur ke dalam, dan tentunya di tambah kedatangan orang-orang Bugis, Makasar dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit.

            Suku Dayak tersendiri pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering kali di sebut “Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang di perkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut membuat suku dayak terpencar dan juga terdesak, sebagian masuk ke daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak, bersama masuknya para pedagang Melayu, kira-kira sekitar tahun 1608, Sebagian besar suku Dayak memeluk agama Islam dan tidak lagik mengakui dirinya sebagai orang Dayak, akan tetapi mereka menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar.

            Tidak hanya dari nusantara saja, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa di perkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang. Terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.

Bahasa Suku Dayak
            Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah Bahasa Tidung, Bahasa Banjar, Bahasa Berau dan Bahasa Kutai.
Bahasa lainnya adalah Bahasa Lundayeh.


Sistem Kepercayaan Suku Dayak

Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia secara umum, Menurut orang Dayak alam semesta dan semua makhluk hidup mempunyai roh dan persamaan sama seperti manusia, terkecuali soal akal.

            Oleh karena itu bagi suku Dayak alam semesta termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhannya harus di perlakukan secara layak dan penuh kasih saying. Mereka pun percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji dapat menimbulkan malapetaka.
Letalla, letalla adalah kepercayaan dari suku dayak, mereka percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dan di kendalikan oleh penguasa tunggal tersebut. Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu dengan bidang-bidang tertentu kepada para Seniang, Nayuq dan lain-lain. Nayuq yang akan mengeksekuis akibat pelanggaran terhadap adat dan norma, sedangkan Seniang memberikan bimbingan.

            Seiring berjalan waktu, kini beberapa orang yang berasal dari suku Dayak banyak yang sudah memeluk agama antara lain Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestas dan Konghucu.


Seni Suara Suku Dayak

1.          Nyanyian Kandan
 Berasal dari suku dayak siang atau murung. Boleh di lakukan oleh pria dan wanita secaara bergantian saling bersahutan dalam suatu pesta atau pertemuan yang di adakan untuk menghormati seorang pejabat atau pimpinan pemerintah dan  lagu-lagu pujian serta rakyat kepada pemimpinnya. Biasanya acara disertai jamuan makan.

2.         Nyanyian Salengot
Biasa di nyanyikan oleh prian dalam suatu pesta perkawinan tapi di larang, di tampilkan saat upacara kematian.

3.         Nyanyian Dadeo dan Ngaloak
 Ditemukan oleh suku Daayak usun Tengan dan di lakukan pada saat perkawinan ataupun pesta lain yang di hadir


Upacara Adat

Upacara adat adalah segala bentuk ritual ataupun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ungkapan pengakuan akan eksistensi suatu kekuasaan atau kekuatan lain yang melebihi kemampuan manusia. Pada masa sekarang ini, penyelenggaraan upacara adat yang murni sudah semakin sulit ditemukan. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat semakin meningkatnya kesadaran beragama di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, bahkan di wilayah pedalaman. Namun upacara adat tetap dapat dijumpai sebagai salah satu daya tarik wisata. Penyelenggaraan upacara adat sangat erat kaitannya dengan kesenian tari. Berikut ini diuraikan jenis upacara adat dan jenis tari yang menyertainya.

1.    Upacara Pengobatan
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk menyembuhkan orang sakit, baik itu sakit secara jasmani maupun rohani. Namun metode pengobatannya tetap sama, yaitu dengan menggunakan sesajen-sesajen yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang melalui pembacaan mantra-mantra tertentu oleh seorang dukun.

Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang memberikan kesembuhan kepada orang yang sakit. Namun bukan berarti setiap penyakit dapat disebuhkan, karena masyarakat juga meyakini bahwa kematian adalah takdir yang harus mereka hadapi. Keputusan antara peluang hidup dan matinya seseorang tersebut akan disampaikan oleh sang dukun setelah tarian belian selesai dilakukan.

2.    Upacara Tolak Bala
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk mempelas kampung. Upacara ini diadakan ketika pembentukan/pendirian koloni baru di suatu tempat dan ketika sedang terjadi bencana yang melanda kampung tersebut. Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun dengan mempersembahkan sesajen dan membaca mantra sambil menari, sebagai bentuk komunikasi dengan roh nenek moyang.Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang menghindarkan/menghilangkan bencana dan memberikan keselamatan bagi kampung.

3. Upacara Pernikahan
Menyajikan tari Datun, tari Jepen dan tari Jepen Tungku. Merupakan upacara peresmian hubungan sepasang muda-mudi menjadi ikatan suami-istri untuk membentuk rumah tangga. Upacara ini disertai seserahan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang diwakilkan oleh wali masing-masing, dengan beberapa tahapan tertentu. Jenis seserahan dan cara penyerahan sangat beragam bergantung dari strata keluarga dalam masyarakat. Upacara ini ditutup dengan penyelenggaraan pesta yang dihibur dengan beberapa jenis tarian daerah.Harapan yang ingin dicapai adalah sebagai bentuk sosialisasi agar semua masyarakat mengetahui berita baik tersebut, serta mendoakan agar setiap rumah tangga mendapat berkah bagi kelangsungan hidupnya secara khusus dan menjadi berkah bagi masyarakat di kampung tersebut secara umum.

4. Upacara Membuang Bangkai
Merupakan upacara pemindahan tulang-tulang arwah yang telah meninggal dari kuburan keluarga ke suatu kuburan lain yang dikhususkan dan dianggap sebagai tempat keabadian. Upacara ini dilaksanakan 2-3 kali dalam setahun, tergantung dari perintah kepala suku.
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengenang jasa para arwah semasa hidupnya serta mempersembahkan
tempat peristirahatan terakhir yang istimewa.

5.    Upacara Sebelum Menanam
Menyajikan tari Hudog. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebelum memulai musim bertani/berkebun. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang. Upacara ini dilakukan 1 kali dalam setahun. Tujuan dari upacara ini adalah agar roh nenek moyang memberkati sawah/kebun yang akan diolah serta menjauhkannya dari roh-roh jahat perusak tanaman. 

6.      Upacara Setelah Panen
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Hudog dan tari Jiak. Merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat panen, mulai dari sebelum memetik hasil panen hingga perayaan setelah memetik hasil panen dilakukan, sebagai wujud rasa syukur atas rejeki yang telah diperoleh. Upacara ini juga menjadi simbol bahwa hasil panen yang telah dipetik, layak/boleh untuk dinikmati. Tujuan dari upacara ini adalah mendoakan agar roh nenek moyang memberkati hasil panen yang telah dipetik dan agar semua hasil panen tersebut membawa keberkahan bagi seluruh kampung. 

7.      Upacara Selamatan
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Gantar dan tari Pecuk-pecuk Kina. Merupakan upacara yang diselenggarakan jika terjadi suatu keberkahan yang luar biasa pada kampung. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang.
Upacara ini diadakan sebagai wujud rasa syukur terhadap kebaikan roh nenek moyang yang telah memberikan anugerah tersebut.

8.      Upacara Pemujaan
Menyajikan tari Gantar. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebagai bentuk pengakuan dan pemujaan sekaligus wujud kepasrahan diri terhadap roh nenek moyang yang dipercaya memiliki kekuatan jauh melebihi kemampuan manusia, yaitu berupa kekuatan dalam mengatur dan mengendalikan kehidupan secara mutlak, dan mereka tunduk serta taat kepadanya.

9.      Upacara Perayaan
Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Gantar. Merupakan upacara adat yang diselenggarakan sebagai pesta rakyat, dengan beragam perlombaan olahraga fisik seperti begolo, begasing dan panjat pinang. Upacara ini ditutup dengan penyelenggaraan acara/pesta yang menyuguhkan beragam hidangan mewah dan dapat dinikmati sambil menyaksikan pergelaran tarian adat. Maksud dari upacara ini hanyalah sebagai media hiburan bagi masyarakat untuk berekreasi sejenak setelah melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Namun justru pada upacara inilah proses sosialisasi antar individu masyarakat dapat berlangsung secara optimal.

10.   Upacara Penerimaan Tamu Agung
Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Ronggeng. Merupakan upacara yang diselenggarakan oleh suatu kampung jika kedatangan seorang atau rombongan tamu. Upacara ini tidak semeriah upacara-upacara adat lainnya, karena bersifat insidental dan diadakan segera setelah tamu tersebut memasuki wilayah kampung, sehingga waktu persiapannya pun terbatas. Namun maksud terpenting dari upacara ini bukanlah meriahnya acara, melainkan untuk menunjukkan keramahan dari tuan rumah dalam menyambut tamu tersebut, untuk menimbulkan kesan positif pada setiap tamu yang datang. Pada akhirnya akan terwujud suatu bentuk kerjasama tertentu antara kedua belah pihak.

11.  Upacara Pembunuhan Kerbau
Dalam kepercayaan masyarakat, adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang masih hidup untuk menyelenggarakan upacara membunuh kerbau sebagai persembahan bagi orang tua yang telah meninggal dunia. Upacara ini diselenggarakan dalam tiga tahap dan membutuhkan dana yang besar. Penyelenggaraannya tidak harus segera setelah orang tua meninggal dunia, namun dapat menunggu sampai pihak keluarga benar-benar siap secara materi. Penyelenggaraan upacara ini adalah satu-satunya cara yang diakui secara adat untuk menunjukkan rasa cinta kasih anak kepada orang tua yang telah meninggal. Selain itu juga untuk menghormati dan membalas budi kedua orang tua serta mendoakan agar arwahnya dapat melewati alam yang baik sebagaimana yang diyakini masyarakat.

12.  Upacara Pemberian Gelar
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang dilakukan untuk menganugerahkan gelar yang diberikan oleh Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan. Upacara ini dilengkapi dengan jamuan mewah kepada rakyat sebagai tanda terima kasih dari Raja atas pengabdian rakyatnya.

13.  Upacara Penobatan Raja
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang diselenggarakan dalam rangka peresmian/penobatan raja yang baru terpilih. Upacara ini dilakukan setiap terjadi pergantian masa kekuasaan kerajaan. Upacara ini merupakan upacara paling meriah yang diselenggarakan oleh kerajaan, dengan berbagai macam ritual/tahapan upacara yang harus dilaksanakan secara berturut-turut tanpa terkecuali.

Seni Tari Suku Dayak
1.    Tari Gantar
2.    Tari Kancet Papatai atau Tari Perang
3.    Tari Kancet Ledo atau Tari Gong
4.    Tari Kancet Lasan
5.    Tari Leleng
6.    Tari Hudoq
7.    Tari Hudoq Kita’
8.    Tari Serumpai
9.    Tari Belian Bawo
10.  Tari Kuyang
11.  Tari Pecuk Kina
12.  Tari Datun
13.  Tari Ngerangkau
14.  Tari Baraga’ Bagantar


Sistem Pernikahan Suku Dayak

Dahulu orang Dayak umumnya tidak mengenal istilah berpacaran sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah batunangan, yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses batunangan ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja. Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :

1.      Basasuluh
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan.

2.      Batatakun atau Melamar
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis.

3.      Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki.

4.      Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga.

5.      Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan .
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, antara lain:

a.  Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di pelaminan.

b. Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.

c. Badudus atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.

d. Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.

Senjata Tradisional Suku Dayak
1.      Sipet atau Sumpitan
Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2.      Lonjo atau Tombak
Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3.         Perisai
Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4.      Mandau
Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas atau perak atau tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

5.      Dohong
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.



Tradisi Penguburan

Peti kubur di Kutai. Foto tersebut merupakan foto kuburan Dayak Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng(ditempatkan di Garai). Ini merupakan penguburan primer - tempat mayat melalui Upacara/Ritual Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terlihat sepotong) merupakan Tempelaq yang merupakan tempat tulang si meninggal melalui Upacara atau Ritual Kwangkay. Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

•          penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
•          penguburan di dalam peti batu (dolmen)
•          penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.


Kaitan Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian dan Moral
            Keunikan alam Kalimantan Timur, masyarakat dan budaya yang terikat dalam nilai-nilai adat. Kekentalan adat istiadat dalam budaya di suku Dayak mempengaruhi pola kehidupan. Masyarakat menjaga nilai-nilai dan norma-norma untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia juga dengan alam. Keunikan ini juga secara otomatis membentuk kepribadian yang unik, salah satunya yaitu nuansa mistik. Nuansa mistik juga ditemukan pada acara adat dan ritual budaya.


Abstrak

Adat Community around the globe particularly in Indonesia is facing a massive problem. This phenomenon refers to two cardinal issues namely: the willingness of the government to recognize their rights and existence, and how to maximizing their participation in national development programs. This paper deals with certain issues such as definition and concepts being debated, inconsistency to link between local history, identity socio-cultural and economic rights of the adat community. In this stage, the first party responsible for empowering the adat community is the government, however there is an immense disparity between ideal plan to empower them, and systemic deteriorating of the peoples life condition and all of their right. Implying some definitions and categories, this paper underlines as well as the actual life condition of adat community currently, that is not merely impacted on external factors but also from internal factors. This paper ends with six conclusions to emphasize ways for coping with current crisis of the adat community in Indonesia.


Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak
http://tamadibalikamat-dayak.blogspot.com/2012/01/suku-dayak-di-kalimantan-timur.html



1 komentar: